Sabtu, 16 Agustus 2014

Indonesia Pusaka - @XLisMe







Ini lagu indonesia versi Muhamad Iqbal.... Awas ,, jangan ada yang ngiler yah.. Maaf kalau nyanyi terlalu alay.. wkwkwk

Jumat, 15 Agustus 2014

Mengapa Kimia Sains Lebih Baik?


Determine your choose !


Sebenarnya membanding-bandingkan bidang ilmu dengan tujuan mencari mana yang lebih baik adalah pekerjaan paling bodoh di atas bumi, itu pesan yang saya tangkap dari salah seorang dosen saya sewaktu kuliah S1.

Baiklah, saya abaikan dahulu pesan di atas. Mengawali tulisan ini saya akan menulis semboyan: “Chemical Science is better than Chemical Engineering”. Alasan utama adalah karena saya adalah lulusan kimia sains (Chemical Science = Ilmu Pengetahuan Tentang Kimia = Ilmu Kimia). Jika di dalam tulisan ini, ada kesan mengistimewakan kimia sains, itu adalah hak pribadi saya sebagai penulis blog. Meskipun demikian, saya akan mencoba lebih obyektif dan mungkin tidak dapat dipungkiri akan kurang adil nantinya. Bahkan seseorang yang menyandang banyak bidang keahlian ilmu kimia sekaligus (teknik, sains, pendidikan), akan sangat sulit baginya untuk bisa adil menghakimi. Soalnya persoalannya kompleks dan sangat sulit untuk melakukan generalisasi. Selamat mencoba memilah dan memilih, selamat membaca.

Saya sering menemukan tulisan tentang perbedaan kimia murni atau kimia sains (MIPA) dengan teknik kimia, semua dibahas oleh beberapa penulis yang sebagian besar latar belakang ilmunya teknik kimia, . Umumnya, analisis yang mereka bahas tidak semua tepat dari kacamata saya sebagai seorang lulusan kimia sains. Bahkan, ada kesan bahwa para pembahas itu mengistimewakan teknik kimia di atas kimia sains. Wajar, karena mereka adalah lulusan teknik kimia. Saya tidak melarang mereka untuk memberi penekanan pada publik dan mempertahankan opini yang telah terbangun selama ini bahwa teknik kimia jauh lebih tinggi strata dan kompetensinya ketimbang kimia sains. Nah kan? Namun saya tidak sepakat, dari kaca mata pribadi (-1.5) maupun dari kaca mata ilmiah.

Sebagai catatan, di dalam kehidupan sehari-hari kita dengan mudah (bahkan sering) mengamati orang yang memiliki latar belakang ilmu teknik kimia menjadi seorang pendidik dan bahkan menjadi seorang “Saintis”. Sebaliknya seorang kimia sains, sering menjadi “Insinyur” di lapangan, khususnya dunia industri. Industri tempat saya bergabung saat ini (2009 – sekarang), saya melihat bidang produksinya dipimpin oleh lulusan kimia sains . Demikian juga dengan bidang pengelolan limbah dipimpin oleh lulusan kimia sains sejak lama. Mengapa demikian?

Jawabannya adalah karena kimia sains jauh lebih baik dari teknik kimia.. Kalau melihat perbedaan kurikulum, argumentasinya dapat dibangun dengan jelas. Dari analisis terhadap kurikulum kimia sains dan kurikulum teknik kimia, kita akan mudah menyimpulkan bahwa kimia sains memang lebih baik dari pada teknik kimia dalam hal keilmuan “KIMIA”.

Mengamati porsi pelajaran kimia di dalam kurikulumnya, teknik kimia hanya sekitar 30-45 % belajar kimia, selebihnya non-kimia. Muatan dominan adalah fisika dan matematika. Itulah sebabnya, di lapangan kerja kimia banyak lulusan teknik kimia yang kewalahan sendiri karena dasar ilmu kimianya sangat rendah (poor). Hendaknya ini juga dipikirkan oleh para pemegang kebijakan di perguruan tinggi teknik kimia. Tidak seperti lulusan kimia sains, memiliki kompetensi “mampu berenang” di antara ruang-ruang unsur dan senyawa hingga tataran atom sekalipun. Bila ada masalah berkaitan proses kimia, seorang lulusan teknik kimia cenderung mengembalikannya ke logika fisika dan logika matematika. Padahal seharusnya dikembalikan ke logika kimia. Penguasaan logika kimia amat sangat tergantung dari kecakapan seseorang di dalam memahami konsep dasar ilmu kimia itu sendiri.

Kemudian, kita harus menyadari bahwa kurikulum teknik kimia menekankan pada operasi lapangan. Artinya, baru betul-betul paham kalau sudah berada di lapangan. Ilmu teknik kimia adalah ilmu lapangan, maka jangan heran kalau ada lulusan sastra Inggris menjadi kepala bidang proses pembuatan bahan kimia, saya melhatnya langsung dan terbukti sukses mengelola dan memimpin setiap tindakan yang berhubunga dengan proses kimia industri. Namun jangan harap seorang lulusan sastra Inggris bisa menjadi kepala bidang penelitian dan pengembangan di bidang proses kimia industri. Hehe, jelas tidak bisa!

Bagaimana dengan kimia sains? Memang benar, ilmu operasi lapangannya sangat minim bahkan untuk beberapa perguruan tinggi tidak mengajarkannya sama sekali kecuali dalam beberapa mata kuliah pilihan berbasis teknologi industri, misal dahulu saya belajar Elektrokimia Industri, Mikrobiologi Industri, Teknologi Enzim, Teknologi Fermentasi, dan mata kuliah lain yang berhubungan dengan teknologi atau industri. Lalu mengapa seorang lulusan kimia sains dapat berhasil di lapangan? Ya, karena namanya juga ilmu lapangan, semakin lama di lapangan maka akan semakin paham. Bila lulusan sastra Inggris saja bisa, apatah lagi lulusan kimia sains, pasti lebih dahsyat. Inilah yang saya buktikan secara langsung berdasarkan pengalaman dari mengamati lulusan kimia sains yang bekerja di lapangan (proses industri kimia).

Seorang lulusan kimia sains memiliki ilmu kimia 99 % sementara lulusan teknik kimia hanya sekitar 30 – 40 % memiliki ilmu kimia, selebihnya berhubungan dengan matematika, fisika, mekanika, dan ekonomi (persentase secara kasar diperoleh dari membandingkan kedua kurikulum bidang ilmu). Bayangkan, bila seorang lulusan kimia sains bekerja di sebuah industri dan ia juga memiliki kemampuan matematika, fisika, dan ekonomi yang baik? Tentu akan lebih baik dari pada lulusan teknik kimia. Tidak berlaku sebaliknya, seorang lulusan teknik kimia akan sulit memperlajari teori kimia pada saat ia sudah berada di lapangan (dunia industri). Membuka buku teks wajib anak kimia sains adalah mustahil karena itu sangat teoritis, meskipun ilmu itu sangat diperlukannya. Jelas dari sini bahwa kompetensi kimia sains mampu mengimbangi teknik kimia. Itulah makanya saat ini teknik kimia tidak dianggap lagi sebagai suatu profesi sebagaimana layaknya profesi insinyur.

Sementara itu di sisi lain banyak juga lulusan kimia sains yang juga kebingungan ketika memasuki lapangan kerja kimia, ia bingung karena bisa diibaratkan seperti katak yang keluar tempurung. Wow, ternyata seperti ini ya kalau bahan kimia meledak! Dooor. Dan akhirnya: “innalillah”. Kurikulum pendidikan tinggi kimia sains cenderung diarahkan ke skala laboratorium tanpa ada penjelasan lebih lanjut tentang perlunya “berada” di luar angkasa. Sebenarnya ini kurang tepat bila anggapan bahwa penempaan kompetensi mahasiswa kimia sains dilakukan di laboratorium. Itu sungguh tidak tepat! Sebab ketika bekerja nanti, lulusan kimia sains akan dihadapkan pada masalah-masalah besar di dalam kehidupan yang mengharuskan mereka berpikir menemukan solusi atas masalah-masalah besar tersebut. Jika sejak lama masih di dalam tempurung, bisa-bisa ketika di dunia kerja akan kaget sekaget-kagetnya, heh.

Pembahasan saya di atas mungkin berlebihan. Ada opini dari pembaca yang menyimpulkan bahwa tulisan ini cenderung ‘merendahkan’ lulusan teknik kimia. Tetapi sebenarnya ini hanya gerakan penangkal opini saja. Di dalam teori kimia, ini hanyalah reaksi saja, bukan aksi. Jika dilihat di dunia maya, amat banyak tulisan yang merupakan kebalikan dari tulisan ini. Saya menyarankan kepada rekan-rekan lulusan teknik kimia agar tidak berkecil hati jika tulisan ini tidak memuliakan mereka. Apa yang saya tulis adalah fakta yang saya temukan langsung di dunia nyata sejak bekerja di dunia industri pada tahun 2009 hingga sekarang, kemudian saya bandingkan diskusikan dengan rekan-rekan lulusan kimia sains di seantero nusantara.
Kesimpulan yang paling mudah diterima adalah dengan mengatakan bahwa seorang saintis kimia (lulusan kimia sains) dan insinyur kimia (lulusan kimia teknik) dapat saling melengkapi. Bahkan tidak boleh ada anggapan bahwa salah satu dari keduanya lebih baik. Saintis kimia dalam banyak kesempatan mampu sukses menjadi insinyur kimia. Demikian juga dengan insinyur kimia dalam banyak kesempatan mampu sukses menjadi seorang saintis. Ini berbeda dengan profesi lain seperti di dalam bidang kesehatan ada dokter, apoteker, dan perawat, meskipun pekerjaaannya saling melengkapi tetapi tidak boleh saling menggantikan karena ada peraturan ketat yang mengaturnya. Kalau di antara teknik kimia, kimia sains, ataupun pendidik (guru) kimia secara terbukti saling melengkapi dan dapat saling menggantikan, sebab tidak ada aturan untuk itu. So, jangan merasa dan berpikir saya lebih baik dari keahlian kimia lain.

Sejarah telah bicara bahwa ada tumpang tindih antara “profesi” kimia sains (saintis) dengan “profesi” teknik kimia (insinyur). Kita dapat melihat di sekitar kita bahwa saintis juga mampu bekerja mendesain berbagai peralatan kimia dan mengoptimalisasi prosesnya, pada saat bersamaan seorang insinyur juga mampu melakukan penemuan-penemuan menakjubkan di dalam bidang kimia. Kita mengetahui bahwa ada kepala pabrik yang berasal dari saintis kimia dan ada kepala balai penelitian ilmu dasar yang dipimpin oleh insinyur kimia. Dan ini semua terbukti, karena perjalanan waktu telah berbicara. Hanya saja, perlu kita tanyakan diri sendiri, kita adalah saintis kimia atau insinyur kimia atau separuh dari itu? Hee.


Kamis, 14 Agustus 2014

Mudik PUlang KamPUng Part 2




Mudik adalah suatu rutinitas yang sudah menjadi kebiasaan dalam agenda tahunan seorang perantau. Hal ini wajib dan sudah telah lama berjalan indonesia maupun diluar negeri. Sama halnya yang aku lakukan pada tahun ini. Yah, mungkin tahun ini merupakan mudik yang paling berharga dalam sejarah perjalanan mudik yang sebelumnya pernah aku lakukan. Bagaimana tidak, berbagai rintangan dan cobaan serta warna-warni kehidupan aku temui baik dalam arus mudik perjalanan Pulang kamPUng, aktivitas selama berada di kamPUng, maupun arus balik yang aku lakukan.

Mudik kali ialah mudik yang pertama bagiku sebagai penyandang status mahasiswa yang menompang masa depannya di negeri orang. Aku seorang mahasiswa yang selama setahun lamanya menghabiskan waktu untuk belajar mencari ilmu di kota Kendari . Selama perjalanan mudik PUlang kamPUng berbagai temuan warna-warni hidup telah jajani satu persatu, kini saatnya aku memulainya di kamPUng tercinta. Perjalanan yang cukup melelahkan, dua rute sekaligus aku habiskan dalam 1 hari. Setelah tiba di Kota tercinta kota BauBau, kini giliran melanjutkan perjalanan menuju kampung halaman ayah dan ibu yaitu desa Talaga I.

Kondisi yang sangat memprihatikan keadaan desa ini. Infrastruktur yang terbatas dan ditambah dengan keadaan jalan raya yang telah berlubang-lubang yang sementara dalam proses pengaspalan, manakala keadaan inilah yang membuat kebanyakan orang kecelakaan dalam berkendara selama berada di jalan raya. Bahkan tercatat meurut pengamatan warga, selama menjelang ramadhan telah terjadi 3 kecelakaan di poros jalan berlubang tersebut. Keesokan harinya, , saya dan tetangga lainnya berbondong-bondong membantu para pekerja jalan raya untuk mengangkatkan batu-batu kerikil kedalam badan jalan guna cepat terselesaikannya jalan tersebut dan dapat digunakan kembali sehingga tidak mencelakai banyak orang. Waktu kurang lebih 2 minggu lamanya aku menghabiskan waktuku bersama keluarga. Selama 2 minggu tersebut aku membantu ibu membuat takjil berbuka puasa kemudian di jual dipasar terdekat pada sore harinya. Entah apa yang harus aku katakan saat itu, senang , gembira, suka, bercampur baur dalam suasa tersebut, Pulang kampung yang sangat bermanfaat yang setiap harinya dilewati dengan penuh suka cita membantu ibu berjualan kue dipasar. Lepas kangen dan rindu bersama ibu terpancar dalam momen tersebut. 
Rumah ayah dan Ibu dikampung.
Kemudian pada siang harinya saya dan teman-teman menggalang dana untuk membantu saudar-saudara di GAZA, dana yang dikumpulkan melalui dana ikhlas dari masyarakat yang kami peroleh dengan cara mengunjungi dari rumah ke rumah. Siang bolong aktivitas tersebut kami lakukan bersama-sama, tak kenal lelah maupun letih yang bertepatan dengan berpuasa,namun usaha kami untuk membantu mereka sangatlah besar. Setelah menggalang dana, kemudian aku melanjutkan aktivitas yang seperti biasanya yaitu menjual takjil berbuka puasa. Ramadhanpun mulai berlalu yang kemudian disambut hari yang fitri, silahturahim dimana-mana, rumah kakek-nenek buyut,kakek-nenek, serta keluarga-keluarga lainnya hal ini kulakukan demi terjalin eratnya hubungan keluarga kami. Haripun tiba pada saatnya meninggalkan ibu serta kampung halaman tercinta, saat untuk kembali ke peraduan gerbang ilmu kesuksesan. Tiba saatnya kembali untuk melalui rintangan di tengah lautan yang dilalui 2 rute sekaligus, Talaga-BauBau-Kendari. 
Perjalanan Rute Talaga -BauBau

Untuk rute pertama yaitu rute Talaga – BauBau, suatu momen arus balik yang sangat menakutkan. Ombak yang begitu kencang yang hampir mematahkan kapal yang kami tumpangi, rintihan tangisan ketakutan anak-anak maupun orang tua berhamburan dimana-dimana. Yang dapat aku lakukan hanyalah banyak bertawakal dan berdoa kepada sang pencipta agar aku selamat hingga ketempat tujuan. Alhamdulillah , kami masih sempat diberi umur untuk menimati indahnya alam ini. 

Kemudian rute selanjutnya BauBau-Kendari. Setelah sesampainya dipelabuhan murhum kota baubau, aku bergegas ke loket penjualan tiket kapal rute kendari, namun aku kehabisan tiket, terpaksa yang kulakukan hanyalah berdiri selama 6 jam sama halnya yang aku lakukan saat arus mudik.

Rute BauBau-Kendari
Mabuk ,sakit kepala akibat hantaman ombak tak mematahkan semangatku untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Setelah ditengah perjalanan, ombak yang ke dua kalinya aku hadapi, namun lebih dahsyat lagi ombak yang satu ini, bahkan membuat sedikit air laut masuk ke dalam kapal. Orang-orang pada ketakutan, mereka takut bakal terjadi seperti kapal yang tenggelam diperairan Buton 2 hari sebelumnya.

Setibanya dikota Kendari, rintangan berikutnya yang menghampiriku. Perjalanan menuju asrama begitu memerlukan kesabaran yang cukup, hal ini dikarenakan sepanjang 1 Km terjadi kemacetan. Namun hal itu dapat diselesaikan dengan adanya kesabaran. Ternayata, Tidak ada tempat menginap yang aku gunakan untuk beberapa hari. Asrama yang aku tinggali selama ini belum melakukan operasi seperti biasanya melainkan tiga hari lagi. Namun seorang teman yang tak ku kenal mengajakku untuk menginap dikamar kos-kosannya. Teman tersebut merupakan orang yang duduk bersebelahan saat diatas kapal dan ia juga merupakan seorang mahasiswa. Dan begitulah warna-warni kehidupanku menjadi seorang pemudik yang berkehidupan pas-pasan.
Ini momen mudikku, mana momen mudikmu?

Mudik PUlang Kampung



@KemenPU

Momen mudik di bulan puasa menjelang idul fitri memang sangat dinanti-nantikan oleh setiap insan. Mudik atau PulKam (Pulang Kampung) merupakan suatu ritual wajib yang dilakukan oleh para perantau menjelang lebaran, terlebih lagi bagi mereka yang belum bekeluarga yakni mahsiswa/i . Umumnya mereka yang masih meliki kedua orang tua di kampung, Lebaran sendiri di negeri orang serasa berada di tengah tenangnya samudra . Begitupun Layaknya orang tua, mereka sangat menanti-nantikan kedatangan anak-anaknya yang telah lama berpisah jauh guna menerangi masa depan  masing-masing. Demikian pula yang aku alami. Terlebih lagi saya hanya seorang anak yatim, ayah saya telah meninggal dunai 7 tahun yang lalu dan ibu saya seorang pedagang kaki lima di Kota Baubau . Jadi wajarlah jika aku sangat merindukan kasih sayang seorang ibu. Dua tahun lamanya aku bersemayam di negeri orang menjadi seorang anak rantau, terlebih lagi mudik kali ini merupakan mudik yang sangat begitu amatir selama perjalan mudik yang aku lakukan selama ini. 

Asrama Ibnu Sina ( Asrama Mahasiswa Bidikmisi UHO )
Nama saya Iqbal. Saya merupakan mahasiswa bidikmisi di Universitas Halu Oleo ( UHO ) Kendari, di universitas ini bagi penerima bidikmisi diberi fasilitas berupa asrama. Asrama yang diberi nama Asrama Ibnu Sina ini dihunii oleh berbagai macam suku daerah di indonesia, sehingga asrama Ibnu Sina biasa disebut sebagai miniatur indonesia.  Selain sebagai miniatur indonesia asrama ibnu sina merupakan asrama yang dihuni oleh mahasiswa dari berbagai jurusan maupun program studi. Pada waktu akhir juni , asrama yang selama  ini saya tempati memberikan libur bagi mahasiswa bidikmisi, namun saat itu untuk jurusan saya belum menyelasaikan beberapa ujian akhir semester. Tetapi pihak asrama meminta agar asrama dikosongkan seluruhnya hingga 11 Agustus, hal ini di lakukan karena akan dilakukan renovasi baik itu dasi segi fasilitas maupun infrastuktur yang ada didalamnya. Namun saya sebagai seorang perantau  tidak memiliki 1 orang keluargapun di kota bertakwa ini ( Kota Kendari ). Aku hanya bisa menggandalkan teman-teman kampus untuk menginap beberapa malam di Kos-kosan mereka hingga final  saya selesai dengan berbekal makanan seadanya. 


Tepatnya pada  tanggal 29 yakni minggu subuh, sahur puasa pertama di bulan suci ramadhan. Sahur kali ini aku sahur bersama teman saya Muzakir dengan berbakal indomie yang kami santap secara bersama, berhubung saat itu kami tidak memiliki sepersen uangpun yang kami kantongi (kondisi saat itu adalah tanggal tua dan kiriman dari orang tuapun macet ), dengan hanya berbekal sisa indomie yang aku bawa pulang dari asrama yang mana merupakan makanan santapan sahur pertama kami berdua. Bukan segi kuantitas,namun niat dan semangat kami untuk melakukan puasa dihari pertama sangatlah besar meskipun hanya berbekal semangkok indomie.


 
Pagi mulai menjemput, matahari mulai memancarkan sinarnya, aku segera bergegas mandi dan berkemas-kemas.  Namun, sebelumnya aku telah menelpon ibu untuk mengirimkan uang sebesar Rp.200.000 yang aku gunakan untuk ongkos perjalanan mudik pulang kampung. Sebelum aku menuju pelabuhan , aku pergi ke Mesin ATM  terdekat untuk mengambil uang tesebut, lalu aku segera bergegas ke pelabuhan dengan menumpangi pete-pete ( mobil Angkot ), hal tersebut kulakukan agar menghemat ongkos biaya perjalanan. Tak lama kemudian handphone aku berdering, short messages dari teman aku rizal yang mengakatakan  bahwa kapal 15 menit lagi akan meninggalkan pelabuhan kendari, sementara aku masih berada dalam perjalanan menuju ke pelabuhan, perasaan ini sudah tak karuan lagi, yang ada dalam pikiran saya hanya bagaimana caranya agar saya sampai kepelabuhan tepat waktunya, disisi lain sang sopir mengendarai mobilnya dengan kecepatan rendah, membuat saya semakin menjadi-jadi. Namun berhubung disaat keadaan berpuasa, saya harus bisa menahan emosi guna berjalan lancarnya puasa saya hari itu.



Tiba-tiba mobil berhenti dengan sendirinya, berdasarkan penjelasan sang sopir bahwa mobil miliknya mogok kembali, terpaksa aku disarankan untuk menumpangi mobil lain saja, seketika aku menyodorkan ongkos biaya mobil, bapak itu tak mau menerima uang tersebut, ia hanya menyuruhku untuk menyimpannya buat ongkos perjalanan selanjutnya, kusampaikan ucapan terima kasihku kepada sang sopir, lalu kubergegas mencari mobil berikutnya.



Sesampainya ke pelabuhan, aku segera ke kantor penjualan tiket penumpang, namun setelah aku mengambil uang dari kantong celana yang kukenakkan, uang sudah tidak berada di kantong celana , yang berarti terjatuh saat saya menumpangi mobil pertama. Lantas uang saya habis, entah apa yang harus saya perbuat. Tiba-tiba muncul seorang sosok tinggi besar dari arah belakang dan memegang bahu saya. Dialah teman saya rizal. Alhamdulillah, dia datang tepat waktu dan membawakan tiket yang telah ia belikan. Padahal, saya belum memberitahukan sebelumnya. Rizal membelikan tiket tersebut karena ia tahu kalau aku bakal terlambat ke pelabuhan.

Tetapi tiket yang ia beli merupakan tiket non sit/tidak mendapatkan kursi , hal tersebut dikarenakan terlalu padatnya penumpang sehingga menyebabkan tiket kapal kosong tersisa tiket non sit. Meskipun saya harus tetap berdiri hingga 6 jam lamanya , namun saya harus tetap bersyukur kepada Allah SWT karena telah mengirimkan seorang hambanya ( Rizal) sebagai syafaat disaat saya mudik dengan meminjamkan uangnya.

Tepatnya pukul 08.00 WITA sirene kapalpun berbunyi, pertanda kapal sebentar lagi akan berangkat. Kamipun segera bergegas. Sesampainya dikapal kami langsung keruangan C yaitu ruangan paling belakang, kami sengaja memilih ruangan paling belakang agar sepanjang perjalan kami dapat menikmati sejuta panorama ciptaaan Allah SWT. Ada hal yang paling menarik sepanjang perjalanan, yaitu seketika itu ada seorang nenek jompo berada tepatnya disamping kananku, meskipun aku hanya berdiri tetapi aku sangat menikmati perjalanan  dan sang nenek menawarkan agar aku duduk di kursi miliknya, namun aku menolak . Nenek tersebut tetap memaksaku, dan aku tetap menolak . karena jika aku duduk dikursi tersebut, nenek bakal duduk dimana, apalagi dia telah lanjut usia. #SemangatBerbagi
Sesampainya di tengan perjalan, gelombang ombak mulai meninggi dan kapalpun sedikit demi sedikit mulai goyang. Beberapa menit kemudian, gelombang ombak mulai menjadi-jadi dan menghantam seluruh bagian kapal yang kami tumpangi. Sang nenek mengira hembusan nafas kami berakhir pada hari itu. Seluruh penumpang kapal mulai panik, menaggis, bahkan ada yang telah bergegas melompat. Saya hanya banyak bertawakal dan membaca doa agar kami tiba dengan selamat hingga ke tempat tujuan. Sang nenek mabuk akibat gelombang laut bahkan nenek sempat mengeluarkan isi perutnya , aku segera mengambil air mineral dan pakaian yang berada dalama tas ransel saya. Kusedorkan minuman tersebut kepada sang nenek lalu aku  membersihkan semua kotoran yang nenek keluarkan tadi. #SemangatBerbagi


Beberapa saat kemudian, ombak mulai teduh . Orang-orang mulai tenang. Lalu aku ngobrol dengan sang nenek. Ternyata sang nenek dalam perjalanan mudik kali ini ia hanya sendiri, dan terlebih lagi nenek tersebut adalah tetangga saya dikampung.



Perjalanan Saat menuju pemakaman Ayah
Setibanya kami di pelabuhan Murhum Kota Baubau,  aku segera turun dari kapal. Namun sang nenek menahanku dan meminta agar aku mengantarnya pulang hingga kerumahnya. Mengingat kondisi nenek kurang membaik dengan senang hati aku mengantar nenek hingga kerumahnya. Setelah itu , aku segera pulang kerumah melepaskan rindu selama ini kepada ibu. Untuk mengisi waktu luang di bulan suci ramadhan kali ini, aku membantu ibu berjualan di pasar. Dua hari lamanya aku berada dibaubau aku menyempatkan diri untuk berziarah kemakam ayah tercinta.
Nah, demikian cerita momen  mudik saya yang penuh dengan warna-warni kehidupan. Semoga pengalaman ini bermanfaat bagi para pembaca yang berada di seluruh antero garis khatulistiwa dunia. Mari Kita Tingkatkan iman dengan beribah, sucikan hati dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran,dan perbanyaklah berzikir agar selalu mengingat kebesaran Allah SWT. 

Ini cerita mudikku bersama , mana cerita mudikmu?

Rabu, 16 Juli 2014

Warna-Warni kehidupan disaat Mudik Part 1


#SmartFrenMudik




Warning : Foto-foto dibawah ini diambil menggunakan Gadget Smartfren Andromax C

Momen mudik di bulan puasa menjelang idul fitri memang sangat dinanti-nantikan oleh setiap insan. Mudik atau PulKam (Pulang Kampung) merupakan suatu ritual wajib yang dilakukan oleh para perantau menjelang lebaran, terlebih lagi bagi mereka yang belum bekeluarga yakni mahsiswa/i . Umumnya mereka yang masih meliki kedua orang tua di kampung, Lebaran sendiri di negeri orang serasa berada di tengah tenangnya samudra . Begitupun Layaknya orang tua, mereka sangat menanti-nantikan kedatangan anak-anaknya yang telah lama berpisah jauh guna menerangi masa depan  masing-masing. Demikian pula yang aku alami. Terlebih lagi saya hanya seorang anak yatim, ayah saya telah meninggal dunai 7 tahun yang lalu dan ibu saya seorang pedagang kaki lima di Kota Baubau . Jadi wajarlah jika aku sangat merindukan kasih sayang seorang ibu. Dua tahun lamanya aku bersemayam di negeri orang menjadi seorang anak rantau, terlebih lagi mudik kali ini merupakan mudik yang sangat begitu amatir selama perjalan mudik yang aku lakukan selama ini. 

Asrama Ibnu Sina ( Asrama Mahasiswa Bidikmisi UHO )
Nama saya Iqbal. Saya merupakan mahasiswa bidikmisi di Universitas Halu Oleo ( UHO ) Kendari, di universitas ini bagi penerima bidikmisi diberi fasilitas berupa asrama. Asrama yang diberi nama Asrama Ibnu Sina ini dihunii oleh berbagai macam suku daerah di indonesia, sehingga asrama Ibnu Sina biasa disebut sebagai miniatur indonesia.  Selain sebagai miniatur indonesia asrama ibnu sina merupakan asrama yang dihuni oleh mahasiswa dari berbagai jurusan maupun program studi. Pada waktu akhir juni , asrama yang selama  ini saya tempati memberikan libur bagi mahasiswa bidikmisi, namun saat itu untuk jurusan saya belum menyelasaikan beberapa ujian akhir semester. Tetapi pihak asrama meminta agar asrama dikosongkan seluruhnya hingga 11 Agustus, hal ini di lakukan karena akan dilakukan renovasi baik itu dasi segi fasilitas maupun infrastuktur yang ada didalamnya. Namun saya sebagai seorang perantau  tidak memiliki 1 orang keluargapun di kota bertakwa ini ( Kota Kendari ). Aku hanya bisa menggandalkan teman-teman kampus untuk menginap beberapa malam di Kos-kosan mereka hingga final  saya selesai dengan berbekal makanan seadanya. 


Tepatnya pada  tanggal 29 yakni minggu subuh, sahur puasa pertama di bulan suci ramadhan. Sahur kali ini aku sahur bersama teman saya Muzakir dengan berbakal indomie yang kami santap secara bersama, berhubung saat itu kami tidak memiliki sepersen uangpun yang kami kantongi (kondisi saat itu adalah tanggal tua dan kiriman dari orang tuapun macet ), dengan hanya berbekal sisa indomie yang aku bawa pulang dari asrama yang mana merupakan makanan santapan sahur pertama kami berdua. Bukan segi kuantitas,namun niat dan semangat kami untuk melakukan puasa dihari pertama sangatlah besar meskipun hanya berbekal semangkok indomie.


 
Pagi mulai menjemput, matahari mulai memancarkan sinarnya, aku segera bergegas mandi dan berkemas-kemas.  Namun, sebelumnya aku telah menelpon ibu untuk mengirimkan uang sebesar Rp.200.000 yang aku gunakan untuk ongkos perjalanan mudik pulang kampung. Sebelum aku menuju pelabuhan , aku pergi ke Mesin ATM  terdekat untuk mengambil uang tesebut, lalu aku segera bergegas ke pelabuhan dengan menumpangi pete-pete ( mobil Angkot ), hal tersebut kulakukan agar menghemat ongkos biaya perjalanan. Tak lama kemudian handphone aku berdering, short messages dari teman aku rizal yang mengakatakan  bahwa kapal 15 menit lagi akan meninggalkan pelabuhan kendari, sementara aku masih berada dalam perjalanan menuju ke pelabuhan, perasaan ini sudah tak karuan lagi, yang ada dalam pikiran saya hanya bagaimana caranya agar saya sampai kepelabuhan tepat waktunya, disisi lain sang sopir mengendarai mobilnya dengan kecepatan rendah, membuat saya semakin menjadi-jadi. Namun berhubung disaat keadaan berpuasa, saya harus bisa menahan emosi guna berjalan lancarnya puasa saya hari itu.



Tiba-tiba mobil berhenti dengan sendirinya, berdasarkan penjelasan sang sopir bahwa mobil miliknya mogok kembali, terpaksa aku disarankan untuk menumpangi mobil lain saja, seketika aku menyodorkan ongkos biaya mobil, bapak itu tak mau menerima uang tersebut, ia hanya menyuruhku untuk menyimpannya buat ongkos perjalanan selanjutnya, kusampaikan ucapan terima kasihku kepada sang sopir, lalu kubergegas mencari mobil berikutnya.



Sesampainya ke pelabuhan, aku segera ke kantor penjualan tiket penumpang, namun setelah aku mengambil uang dari kantong celana yang kukenakkan, uang sudah tidak berada di kantong celana , yang berarti terjatuh saat saya menumpangi mobil pertama. Lantas uang saya habis, entah apa yang harus saya perbuat. Tiba-tiba muncul seorang sosok tinggi besar dari arah belakang dan memegang bahu saya. Dialah teman saya rizal. Alhamdulillah, dia datang tepat waktu dan membawakan tiket yang telah ia belikan. Padahal, saya belum memberitahukan sebelumnya. Rizal membelikan tiket tersebut karena ia tahu kalau aku bakal terlambat ke pelabuhan.

Tetapi tiket yang ia beli merupakan tiket non sit/tidak mendapatkan kursi , hal tersebut dikarenakan terlalu padatnya penumpang sehingga menyebabkan tiket kapal kosong tersisa tiket non sit. Meskipun saya harus tetap berdiri hingga 6 jam lamanya , namun saya harus tetap bersyukur kepada Allah SWT karena telah mengirimkan seorang hambanya ( Rizal) sebagai syafaat disaat saya mudik dengan meminjamkan uangnya.

Tepatnya pukul 08.00 WITA sirene kapalpun berbunyi, pertanda kapal sebentar lagi akan berangkat. Kamipun segera bergegas. Sesampainya dikapal kami langsung keruangan C yaitu ruangan paling belakang, kami sengaja memilih ruangan paling belakang agar sepanjang perjalan kami dapat menikmati sejuta panorama ciptaaan Allah SWT. Ada hal yang paling menarik sepanjang perjalanan, yaitu seketika itu ada seorang nenek jompo berada tepatnya disamping kananku, meskipun aku hanya berdiri tetapi aku sangat menikmati perjalanan  dan sang nenek menawarkan agar aku duduk di kursi miliknya, namun aku menolak . Nenek tersebut tetap memaksaku, dan aku tetap menolak . karena jika aku duduk dikursi tersebut, nenek bakal duduk dimana, apalagi dia telah lanjut usia. #SemangatBerbagi
Sesampainya di tengan perjalan, gelombang ombak mulai meninggi dan kapalpun sedikit demi sedikit mulai goyang. Beberapa menit kemudian, gelombang ombak mulai menjadi-jadi dan menghantam seluruh bagian kapal yang kami tumpangi. Sang nenek mengira hembusan nafas kami berakhir pada hari itu. Seluruh penumpang kapal mulai panik, menaggis, bahkan ada yang telah bergegas melompat. Saya hanya banyak bertawakal dan membaca doa agar kami tiba dengan selamat hingga ke tempat tujuan. Sang nenek mabuk akibat gelombang laut bahkan nenek sempat mengeluarkan isi perutnya , aku segera mengambil air mineral dan pakaian yang berada dalama tas ransel saya. Kusedorkan minuman tersebut kepada sang nenek lalu aku  membersihkan semua kotoran yang nenek keluarkan tadi. #SemangatBerbagi


Beberapa saat kemudian, ombak mulai teduh . Orang-orang mulai tenang. Lalu aku ngobrol dengan sang nenek. Ternyata sang nenek dalam perjalanan mudik kali ini ia hanya sendiri, dan terlebih lagi nenek tersebut adalah tetangga saya dikampung.


Perjalanan Saat menuju pemakaman Ayah
Setibanya kami di pelabuhan Murhum Kota Baubau,  aku segera turun dari kapal. Namun sang nenek menahanku dan meminta agar aku mengantarnya pulang hingga kerumahnya. Mengingat kondisi nenek kurang membaik dengan senang hati aku mengantar nenek hingga kerumahnya. Setelah itu , aku segera pulang kerumah melepaskan rindu selama ini kepada ibu. Untuk mengisi waktu luang di bulan suci ramadhan kali ini, aku membantu ibu berjualan di pasar. Dua hari lamanya aku berada dibaubau aku menyempatkan diri untuk berziarah kemakam ayah tercinta.
Nah, demikian cerita momen  mudik saya yang penuh dengan warna-warni kehidupan. Semoga pengalaman ini bermanfaat bagi para pembaca yang berada di seluruh antero garis khatulistiwa dunia. Mari Kita Tingkatkan iman dengan beribah, sucikan hati dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran,dan perbanyaklah berzikir agar selalu mengingat kebesaran Allah SWT. 

Ini cerita mudikku bersama smartfren , mana cerita mudikmu?
Copyright © 2014 Chemistry Life