Selasa, 10 Juni 2014

FILSAFAT SAINS DAN KONSEP TEKNOLOGI


FILSAFAT SAINS DALAM ILMU KIMIA

 Disusun oleh :

Kelompok VI

1.          Muhamad Iqbal   (F1C1 13 043)
2.          Doma Satman      (F1C1 13 045)
3.          Keffin Arighi        (F1C1 13 047)
4.          Tasri                     (F1C1 13 053)
5.          Nur Afrianti         (F1C1 13 055)
6.          Ulfa Hartati         (F1C1 13 061)




JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena bimbingan dan jalan kemudahan dariNya makalah dengan judul Filsafat Sains dalam Ilmu Kimiadapat terselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Sains dan Konsep Teknologi. Terselesaikannya makalah ini juga atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Muh. Natsir, M.Si selaku Dosen mata kuliah Filsafat Sains dan Konsep Teknologi.
 “Tiada gading yang tak retak” sebagaimana makalah yang masih belum sempurna. Namun demikian penyusun hanya bisa berusaha untuk memberikan yang terbaik. Semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

                                                   
                                   
                                    Kendari, 17 April 2014


                                                                                                          Penyusun







DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar................................................................................................................ ii
Daftar Isi.......................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah .................................................................................................. 3
C. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3
D. Tujuan dan Manfaat ................................................................................................... 3
E. Metode Pembahasan .................................................................................................. 3
BAB II. PEMBAHASAN
A. Penerapan Filsafat Sains dalam Perkuliahan............................................................... 4
B. Penerapan Filsafat Sains dalm Dunia Kerja................................................................ 5
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 8
B. Saran .......................................................................................................................... 8
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Filsafat lahir pada zaman Yunani kuno, sekitar abad ke-6 SM. Pada waktu itu filsafat dan ilmu tidak terdapat perbedaan. Berdasarkan pemikiran seorang filsuf, Thales, bahwa ilmu adalah bagian dari filsafat. Pada masa itu filsafat dan ilmu memiliki pengertian terminologis yang sama, yaitu episteme. Menurut Aristoteles, episteme merupakan “an organized  body of rational knowledge with its proper object”  (suatu kumpulan  pengetahuan rasional  yang teratur dan memiliki  objek tertentu). Namun istilah ini kemudian berkembang menjadi philosophia yang diperkenalkan oleh Pythagoras, philos berarti cinta dan sophein atau sophos yang berarti kebijaksanaan. Dan pecinta kebijaksanaan dinamakan philosophos (filsuf). Berbicara  tentang ilmu sama halnya  berbicara tentang filsafat menyangkut objek  material tertentu. Perbedaannya hanyalah ilmu mengkaji objek-objek fisik yang empiris. Para pemikir menyadari eratnya hubungan antara ilmu dengan filsafat. Francis Bacon misalnya, memandang filsafat sebagai induk semua ilmu. Henry Sidgwick mengartikan filsafat sebagai ilmu dari ilmu-ilmu. Seluruh cabang ilmu berakar dari filsafat sebagai dasarnya. Tidak satupun ilmu atau cabang-cabang ilmu yang dapat berdiri sendiri atau terlepas dari filsafat sebagai landasannya.
Namun, hubungan erat antara filsafat dengan ilmu tidak terjalin terus-menerus. Pada zaman Rennaissance mulai abad ke-14 terjadi perkembangan ilmu dan lahir banyak sekali penemuan luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun perkembangan dan keberhasilan itu berdampak pula pada filsafat dan ilmu. Ilmu-ilmu cabang filsafat banyak yang memisahkan diri, diawali oleh ilmu-ilmu alami seperti fisika. Sampai abad ke-18 fisika masih merupakan bagian dari filsafat sebagai filsafat alam. Tetapi sejak abad ke-19 fisika serta kimia dan biologi dinamakan ilmu-ilmu kealaman dan bukan cabang dari filsafat karena sudah terlepas dari filsafat. Fenomena ini kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan politik. Hal ini menyebabkan jurang antara filsafat dengan ilmu, karena ilmu memiliki ciri empiris yaitu pengambilan kesimpulan berdasarkan observasi maupun eksperimen. Sedangkan filsafat lebih spekulatif dan tidak berciri empiris (berdasarkan observasi dan eksperimen). Ciri empiris inilah yang membedakan ilmu dengan filsafat.
Meskipun ilmu-ilmu telah berdiri sendiri dan terlepas dari filsafat, namun metode dan prinsip-prinsip ilmu masih berhubungan dengan filsafat. Dewasa ini filsafat tidak dapat berkembang maju tanpa ada persoalan-persoalan yang bersifat keilmuan, dan ilmu tidak dapat berkembang tanpa konsep dasar yang berasal dari filsafat. Di satu pihak, ilmu menjadi lebih filosofis dan di pihak lain filsafat menjadi lebih ilmiah karena tidak hanya berspekulasi tentang hal-hal yang metafisik. Dalam filsafat, bidang yang mengkaji hubungan antara filsafat dengan ilmu dikenal sebagai Philosophy of Science, dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai filsafat sains atau filsafat ilmu karena kata science atau dalam bahasa Indonesa diserap menjadi sains berarti juga sebagai ilmu. Filsafat sains bergantung pada hubungan timbal-balik antara filsafat dengan ilmu. Filsafat sains bernaung pada ilmu namun tetap bertumpu pada filsafat.
Filsafat sains sangat penting bagi pengembangan ilmu karena dapat menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Filsafat sains menyediakan tujuan penyelidikan ilmiah dan aspek-aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Filsafat sains juga melakukan kritik terhadap hukum-hukum, prinsip-prinsip, maupun istilah-istilah dalam dunia keilmuan. Ruang lingkup filsafat sains juga sangat luas, meliputi berbagai persoalan yang berkaitan dengan ilmu sebagai sumbangan untuk ilmu, dan persoalan umum yang filosofis sebagai sumbangan untuk filsafat sains itu sendiri. Luasnya objek kajian filsafat sains menyebabkan adanya pembagian-pembagian dalam mempelajari filsafat sains. Ada ahli yang membedakan filsafat sains menjadi Philosophy of Science-In-General (filsafat ilmu umum) yang menelaah konsep-konsep dan metode-metode yang terdapat di dalam semua ilmu, Philosophy of Spesific-Science (filsafat ilmu-ilmu khusus) seperti filsafat fisika, atau filsafat psikologi dan sebagainya. Ada juga perbedaan antara filsafat ilmu-ilmu alam (philosophy of natural sciences) dan filsafat ilmu-ilmu sosial (philosophy of social sciences).
            Dalam dunia perkuliahan akan ditemui mata kuliah filsafat sains sebagai tumpuan utama bagi mahasiswa dalam mempelajari materi perkuliahan. Mahasiswa yang menekuni ilmu-ilmu alam akan menemui filsafat ilmu alam (philosophy of natural science) dan mahasiswa yang berada pada bidang ilmu sosial akan bertemu dengan mata kuliah filsafat ilmu sosial (philosophy of social science). Filsafat sains tidak ditemui hanya di perkuliahan saja. Dalam dunia kerja, filsafat sains sangat dibutuhkan sebagai dasar pemikiran para ilmuwan dan norma-norma bagi seluruh profesi yang berkaitan dengan ilmu alam. (Ramly, 2010)

B.     Pembatasan Masalah
Pembahasan mengenai penerapan filksafat sains ini akan dibatasi pada ruang lingkup kimia dan bidang profesi yang dipilih penulis, yaitu peneliti.

C.     Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan  filsafat sains dalam perkuliahan khususnya mata kuliah kimia?
2. Bagaimana penerapan filsafat sains dalam dunia kerja khususnya dunia penelitian?

D.    Tujuan dan Manfaat
1.Mengetahui bentuk penerapan filsafat sains dalam perkuliahan khususnya Kimia.
2.Mengetahui bentuk penerapan filsafat sains dalam dunia penelitian.

E.     Metode Pembahasan
Pengumpulan data mengenai filsafat, ilmu, dan fisilsafat sains serta penerapannya diambil dari sumber-sumber buku dan internet yang relevan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.        Penerapan Filsafat Sains dalam Perkuliahan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mahasiswa akan bertemu Filsafat Sains dalam perkuliahan. Hal ini bertujuan agar mahasiswa memiliki pedoman dalam dunia perkuliahan. Dalam filsafat sains akan dipelajari hakikat dan dasar-dasar, objek kajian, ruang lingkup, dan cabang-cabang dari ilmu atau sains, filsafat maupun filsafat sains, kode etik profesi, dasar-dasar dan struktur pengetahuan, sarana berpikir ilmiah, metode berpikir, hakikat dan ciri-ciri penalaran, dan lain-lain. Filsafat sains mengajarkan mahasiswa agar memahami kemuliaan manusia dibanding makhluk lain, hubungan akal, berpikir, pengetahuan, dan imu, hakikat dan tujuan sains, pentingnya filsafat sains, keterkaitan filsafat, ilmu dan agama. Materi-materi ini bermanfaat dalam mempelajari ilmu-ilmu lainnya dan sangat mendukung dalam perkuliahan. Mahasiswa dapat menggunakan metode berpikir yang manapun yang sesuai dalam perkuliahan maupun dalam melakukan observasi. Mahasiswa akan memahami kemuliaan manusia dibanding makhluk lain yaitu akal, mahasiswa akan menyadari bahwa menggunakan akal sebaik-baiknya dan untuk kebaikan bagi orang banyak adalah pilihan yang sangat tepat. Selain itu mahasiswa dapat mengerti tentang kode etik sebagai ilmuwan kimia, bagaimana seharusnya menerapkan ilmu kimia dalam dunia kerja, dan sebagainya. Hal ini merupakan peranan dari Philosophy of Spesific-Science (filsafat ilmu-ilmu khusus) dalam kapasitas sebagai Filsafat kimia.
            Selain terdapat pada mata kuliah tertentu, filsafat sains juga sebenarnya terdapat dalam seluruh mata kuliah lain dalam perkuliahan. Sebagai contoh, dalam mata kuliah Kimia Dasar ditemui apa pengertian kimia secara etimologi dan terminologi, objek kajian, metode ilmiah, maupun manfaat mempelajari kimia. Materi-materi tersebut merupakan peranan dari Philosophy of Science-In-General (filsafat ilmu umum).
            Seperti telah disebutkan di atas, mulai abad ke-19 ilmu cabang-cabang filsafat memisahkan diri dari filsafat, seperti fisika, kimia dan biologi. Hal ini dikarenakan objek kajian yang berbeda-beda. Fisika mengkaji gejala-gejala alam yang dapat diamati secara kasat mata, sedangkan kimia mempelajari gejala-gejala alam yang tidak dapat diamati secara kasat mata karena objeknya berukuran mikroskopis, sedangkan biologi mengamati objek-objek di alam yang pernah hidup dan masih hidup, baik yang bisa diamati secara kasat mata maupun yang berukuran mikroskopis. Antara fisika, kimia, dan biologi saling memiliki keterkaitan namun tetap berdiri sendiri pada tumpuan masing-masing. Adapula penggabungan dua cabang ilmu tersebut karena keterkaitannya yang sangat erat, misalnya biokimia, kimia fisik, dan lain-lain. Filsafat sains sangat berperan dalam pembedaan maupun penggabungan ketiga bidang ilmu ini karena masih dalam cakupan kajian filsafat sains. Filsafat sains juga berperan dalam spesifikasi cabang-cabang ilmu tersebut berdasarkan objek kajian, manfaat, mapun metodenya. Misalnya dalam kimia, terdapat berbagai macam cabang ilmu yang mempelajari objek tertentu yang berbeda-beda namun masih dalam ruang lingkup kimia. Sebut saja kimia organik, kimia anorganik, biokimia,kimia fisika, dan kimia analitik. Pembagian cabang-cabang ilmu tersebut bukan dengan tujuan, melainkan untuk mempermudah dalam mengkaji dan mengaplikasikannya.

B.         Penerapan Filsafat Sains dalam Dunia Kerja

Ilmu yang didapat di perguruan tinggi tentunya akan diterapkan di dunia kerja sesuai bidang yang ditekuni masing-masing. Walaupun terkadang apa yang ditekuni dalam perkuliahan sama sekali berbeda dengan bidang profesi yang dijalani. Setiap profesi memilki kode etik masing-masing. Bagi dokter ada kode etik dokter yang merupakan “rambu-rambu” bagi para dokter, wartawan mempunyai pedoman kode etik jurnalistik, guru pun memiliki kode etik guru, dan ilmuwan memiliki kode etik ilmuwan. Kode etik masing-masing bidang profesi meliputi kode etik nasional maupun internasional. Kode etik inilah yang harus dijunjung tinggi oleh pemegang kode etik tersebut, sebagai salah satu ciri profesionalitas seseorang dalam bidang yang digelutinya. Apabila seseorang melanggar atau tidak mematuhi kode etik yang berlaku, baik nasional maupun internasional, maka orang tersebut bisa dikatakan tidak profesional.
Kimia tidak terlepas dari penelitian dan observasi, dan lulusan universitas pada bidang kimia akan mengaplikasikan ilmunya yang tidak jauh dari penelitian. Kita ambil contoh, profesi sebagai peneliti dibidang makanan.Seorang peneliti/ilmuwan, memiliki kode etik tertentu. Tanpa disadari, filsafat sains sangat berperan dalam kode etik ini. Mengapa harus ada kode etik? Selain hukum negara, setiap profesi diatur oleh kode etik. Hal ini sesuai fakta bahwa pengaturan diri seseorang merupakan sebuah kebutuhan. Kode etik tidak menggantikan hukum negara, tapi menambahkan sesuatu. Kode etik juga diperlukan jika seseorang perlu melakukan cara yang dilarang bagi yang lain, tapi bagi seorang profesional tidak. Bagi ilmuwan, memikirkan dampak dari penelitian bagi masyarakat juga sangat penting, karena dalam suatu pekerjaan etika sangatlah penting. Sebagai peneliti juga banyak godaan, misalnya memanipulasi data demi mendapatkan uang atau nama baik, atau godaan untuk menjiplak karya orang lain yang tidak terkenal.
Peranan filsafat sains juga sangat terlihat seiring perkembangan zaman. Sebelum abad ke-20, mayoritas manusia menganut filsafat rasionalisme, yang cenderung mengabaikan nilai dan norma agama dalam cara memandang hidup. Pada abad ini tercatat banyak sekali penemuan luar biasa namun bersifat destruktif, seperti senjata nuklir maupun senjata biologis. Antara hati dan akal yang tidak bertemu pada waktu itu menyebabkan krisis multidimensional, seperti perang dunia, kelaparan, penyebaran penyakit, bencana nuklir, dan sebagainya. Hal ini diakibatkan perkembangan sains dan teknologi yang dikembangkan manusia yang menganut filsafat rasionalisme. Setelah abad ke-20 masyarakat dunia mulai menyadari kesalahan pandangan yang dianut, dan mulai merekosntruksinya. Filsafat sains memperbaiki cara pandang masyarakat yang mulanya memandang segala sesuatu hal secara empirik saja kemudian diselipkan nilai moral yang diperlukan dalam perkembangan sains. Seorang peneliti tanpa menganut nilai moral yang terdapat dalam filsafat sains, maka peneliti tersebut belum mencapai profesionalitasnya sebagai seorang peneliti.





























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hubungan filsafat dan ilmu tidak terpisahkan. Dewasa ini, filsafat dan cabang-cabang ilmu filsafat yang telah melepaskan diri melahirkan filsafat sains yang berimplikasi pada hubungan filsafat dan ilmu yang semakin harmonis. Filsafat menyumbangkan dasar-dasar dan konsep bagi ilmu sehingga ilmu. Sedangkan ilmu menyumbangkan objek-objek kajian filsafat sehigga filsafat menjadi lebih ilmiah.
Penerapan filsafat sains dapat dirasakan dalam dunia perkuliahan maupun dunia kerja, karena filsafat sains menyajikan sistematika dalam metode ilmiah serta nilai norma dalam perkembangan sains. Mahasiswa tanpa mempelajari filsafat sains tidak akan mampu memahami dasar-dasar bidang yang ditekuninya. Sedangkan seorang ilmuwan atau peneliti tanpa dasar filsafat sains akan mengesampingkan moral dalam penelitiannya dan berdampak pada dirinya sendiri maupun masyarakat luas yang merasakan hasil penelitiannya.

B.     Saran
Penulis berharap agar filsafat sains semakin dirasakan manfaatnya  dalam kehidupan karena dalam hidup ini tidak hanya terfokus pada hal materiil saja, namun secara moral dan filsafati juga. Filsafat sains mendorong manusia berpikir kritis dan senderung tidak menerima hal baru begitu saja, tetapi diselidiki segala sesuatunya agar manusia lebih yakin dengan apa yang dianggapnya benar. Kritik yang membangun sangat dibutuhkan oleh penulis demi kesempurnaan dan perbaikan lebih lanjut.





DAFTAR PUSTAKA

Teichman, Jenny. (1998). Etika Sosial.  http://books.google.co.id/books diakses  
                  pada tanggal 17 April 2014.

Ramly,Fuad.(2010).Hubungan Ilmu dan Filsafat dalam Lintas  Sejarah.http://www.lkas.org/filsafat/detail/29/hubungan_ilmu_dan_filsafat_ dalam_lintasan_sejarah.html  diakses pada tanggal 17 April 2014.

Nuraeni, Eni. (2007 ). Perkembangan Filsafat, Sains Biologi, Kimia, dan     Biokimia.http://pdfszone.com/pdf/perkembangan-filsafat-sains-biologi-kimia-dan-biokimia-eni.html diakses pada tanggal 17 April 2014.    



Selasa, 03 Juni 2014

Manajemen Laboratorium Kimia Anorganik Universitas Halu Oleo (UHO)

Copyright © 2014 Chemistry Life